Langsung ke konten utama

Postingan

Kertas Membungkam Realitas

  Kertas Membungkam Realitas  Penulis: Ibrahim H. Dukalang Kala Hukum Bicara Adil katanya, keadilan untuk siapa? 271 triliun raib bak debu diterbangkan angin, Hanya dihitung setara 6 purnama saja, Dan satu miliarnya bagai kerikil di samudra luas. Pecundang keadilan berdasi rapi, Mengajarkan kita harga integritas Lebih murah dari bisik korupsi, Lebih mudah dari genggam hati nurani. Negeri penuh sandiwara, Di mana maling kecil dihukum berat, Sedang penyamun berjubah kemewahan, Dielu-elukan bagaikan pahlawan yang tangguh. Aku bertanya: "Apakah hukum masih berdiri tegak, Atau hanya wayang mainan di tangan penguasa laknat?"

Bermalam Pada Alunan Ketenangan

Bermalam Pada Alunan Ketenangan  Penulis: Ibrahim H. Dukalang Riak malam yang indah membuat kita seringai Menatap Buih yang datang menyapa berirama Membawa alunan ketenangan dan kedamaian pada cakrawala malam dibawah ranting kusam Semburat bintang melukis langit dalam bias Sementara angin berbisik lirih pada daun-daun lelah, Seakan menceritakan dongeng lama tentang hati yang terkatup sunyi. Namun pada gemerisik itu, ada janji yang tak mati, Kita duduk bersandar, menyatu dengan alam, Menghitung desah waktu yang lewat, menunda petang Pada kegelapan. Ada gemericik Sebuah harapan diam-diam mengendap, menanti untuk dikenang pada alam Perasaan imajinasi bermain pada rangkain diksi  Menerka hati yang menari-nari menunggu pagi - Kurnai, 22 September 2024 Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih d...

Ruang Penat

  Ruang Penat Penulis: Ibrahim H. Dukalang Ruang berdiameter cinta x setia itu  Membahas semua cerita kita yang pernah terjadi Menghapal seluruh rangkulan pelukan malam Angin hangat meluap mendarat pada kening Ruang yang menciptakan Mimpi, emosi, dan harmoni,  Ruang itu sudah seput melihat tingkah rayu kita, Pertengkaran kita, candaan kita, tangisan kita Ruang yang menjadikan penat menja di sehat  Suara halus membisikkan aksara asmara hasrat Gebar yang bernafas terasa semakin hangat  Waktu terus berjalan dan ruang Masi utuh belum runtuh Ruang itu menjadi saksi Kita berjanji sehidup semati tanpa ada kata pergi, Besok kita cerita tentang ruang itu pada langit Berterima kasih kepadanya sudah menjadi saksi cinta yang abadi. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui...

Kamu, Aku, dan dia

  K amu,Aku dan Dia Penulis: Ibrahim H. Dukalang Kemarin Kita Bersama Merangkai Kata Setia Di Iringi Kicauan Camar Melewati Senja Namun Makna Kata Seketika Berubah Menghancur leburkan Kita Berdua Dengan Adanya Dia Yang Ketiga. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

Perihal Kamu si Puisi

 "Perihal kamu si puisi" Penulis: Ibrahim H. Dukalang Tertawa penyair pada seorang diksi Menyindir pengemis untuk menjadi puisi Bertanya penyair pada seorang bait Apakah engkau mengerti arti sulit Mereka menilai tapi Enggan memuji Existensi seperti seorang selebriti Gaya seperti seorang politisi Tapi seorang puisi hanya seorang pengemudi. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

Cinta Yang Dilumpuhkan

Cinta Yang Dilumpuhkan Penulis : Ibrahim H. Dukalang Seringai kini pudar dalam bentala kesedihan Isak tangisan kekesalan pada kalbu penyesalan merintih kesakitan Kau buat ku rapuh hinggah lumpuh, kau hadir membawa hati busuk Datang dengan senyuman setia, pergi meninggalkan serbuk hiruk Kesetiaan yang ku berikan kau balas dengan perselingkuhan Aku hanya bisa terbaring lumpuh karena perbuatan mu Kau bergaya dengan gagah bagaikan tuan tapi lupa akan puan Potret buram ku sobek dengan nada keras memaki mu bajingan asu Dimana lagi cinta yang murni?, Aku sudah tidak percayalah lagi Kaki sudah tidak boleh berdiri, hati sudah dibuat mati, air mata sudah tidak ada lagi. Kini hanya tersisa serpian kenangan yang tergenang dalam bayangan.Aku sudah tenang pada alam, terima kasih sakitku pudar terkubur bersama jasadku. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hob...

Cerpen ( Sukma Kedimensi lain )

 Cerpen ( Cerita pendek) " SUKMA MASUK KE DIMENSI LAIN" Penulis :Ibrahim H. Dukalang Siang hari dikala itu saya tertidur dengan nyenyak ditambah angin yang sepoy-sepoy menambah tidur saya semakin nyenyak, disaat saya tidur saya bermimpi melihat suatu pusaka peninggalan Kerajaan Dukalangi. Pusaka itu bentuknya seperti golok yang dibungkus dengan kain kafan yang sepertinya sudah lama sekali. Keinginan saya untuk mengambilnya sangat kuat sekali, karena aura atau energi yang ada di sekitar pusaka itu seperti menarik saya untuk mengambilnya. Tak pikir lama saya langsung mendekat dengan pusaka tersebut. Tiba-tiba saya dikagetkan dengan munculnya sesosok ghaib yang menyerupai Pasukan Kerajaan Gorontalo. sosok tersebut memakai pakaian serba hitam dan memegang tombak. ghaib itu berkata :  Ghaib : Kau adalah orang yang dipilih oleh raja saya. silahkan ambil pusaka ini Saya : Mengapa saya yang dipilih oleh raja Anda Ghaib : Anda salah satu keturunan dari Raja kami Saya : Siapa nama ...

Cerpen " Tobat Sang Pemabuk"

 CERPEN ( cerita pendek) " TOBATNYA SANG PEMABUK" Penulis: Ibrahim H. Dukalang “ Maka jangan sekali-kali membiarkan kehidupan dunia ini memperdayakan kamu.” – (Q.S Fatir: 5) kata ustad Ibrahim dalam ceramahnya semalam di sebuah majelis . beliau berdakwa bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian, di setiap ceramah seakan Yongki teringat dalam dirinya masih banyak kekurangan yang di sembuyikan oleh ALLAH SWT,  Berjelang dua hari Yongki pun melupakan isi ceramah ustad Ibrahim, Yongki masi terlena dengan duniawi yang mebuat mata hatinya buta untuk beribadah kepada ALLAH SWT . Yongki Mempunyai teman yang bernama Epan yang selalu membuat Yongki terjerumus dalam kesesatan , di siang hari Epan menemui  Yongki untuk menemaninya minum-minuman keras. Epan : bro lu ada kesibukan siang ini tidak? Yongki : emang kenapa lu nanya gitu ? mau putar gelas lagi ! ( seru yongki sambil menghisap sebatang rokok) Epan : yaps.. tepat sekali !, mau di tempat karaoke atau di rumahku ...

Pengibul Bukan Pengabul

  PENGIBUL BUKAN PENGABUL Penulsi: Ibrahim H. Dukalang Lihat binatang-binatang itu, jelas terlihat? Lucu mereka pakai topeng seolah menjadi manusia Tikus pakai dasi, keledai orasi, kuda tebar janji, kodok penuh sensasi, Tuan kebun binatang sedang bermain pasal menghibur para pendatang. Binatang-binatang itu sedang pesta kata berebut siapa yang perkasa K i ta hanya penonton di balik tirai dusta tanpa rasa dosa  Si Babi ingin terlihat perkasa seperti elang di angkasa Si anjing yang ingin di dengar gonggongan desahannya Lama kita berdiri akhirnya di bawakan kursi tapi ternyata hanya ilusi Di bawa masuk dalam labirin, Janji akan ada mimpi kita temui ! Tapi nihil yang kita temui hanya ada tembok yang menghalangi mimpi Menuntut kena pukul, mundur kena pungut, melawan dapat sangkar besi Taman ini tidak lagi asri, sudah banyak tai...para hewani Mereka liar memakan sana sini demi diri sendiri. Bagaimana menyadarkan mereka bahwa mereka agitator Ah...su...dahlah, mereka ha nyalah hewani ...

RINDU KAMU

RINDU KAMU Penulis: Ibrahim H. Dukalang   Kapal berlabuh di pelabuhan rindu Kau pergi meninggalkan semua pilu  Aku termenung dalam air mata bisu hati bertanya! Apa...aku bisa melupakan mu? Sebulan telah berlalu kau tak pernah temui aku, sampai makan sudah tidak butuh,  pikiran sudah buntu,  mata sudah mulai melepuh dengan air mata rindu, cantik... cepatlah kembali, bahuku butuh kepalamu dan mata mungilmu ingin ku lihat selalu, plisss aku sangat rindu kamu. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

TIKUS BIRU

  Tikus Biru Penulis: Ibrahim H. Dukalang Suara dengkian bersua diseluruh penjuru ruangan! Teriakan meminta pertolongan tapi seakan di abaikan! Hanya menutup mata, mulut hingga telinga Tidak perduli dengan apa artinya derita. Sekarang si tikus biru sudah besar, dulunya penurut kini jadi pemburu Kekuasaan digerogoti layaknya seperti roti Disimpan dan dimakanya sendiri . Engkau si tikus biru tengolah tikus-tikus kecil, hitam dan dekil ini Bermohon untuk bisa dibagikan sepenggal roti yang engkau makan Sambil tertawa haha-hihi.           Hey..si tikus biru sudahi drama mu yang loncat sana -loncat sini di atap rumah yang sama seakan bekerja keras demi kepentingan bersama Tapi apa dan manah? Itu hanya kepentingan mu saja. Hey..engkau si tikus biru kami ingin menyampaikan aspirasi Tapi kau malah menuduh kami melakukan kotradiksi. Si tikus biru ingin didengar dan di ikuti dia tidak tau dia sudah Menggigit dan menguliti Dengan porsi yang tinggi. Sadarlah eng...

KANDA ITU DINDA

Kanda Itu Dinda Penulis: Ibrahim H. Dukalang Ada hitam ada putih Ada malam ada pagi Ada jahat ada baik Ada kanda ada Dinda Mental,mental,mental harus di bentuk Keras, peras, jerat , jadi wajib Cover diskusi tengah malam dalil ilmu luas Dinda bertanya apakah kanda masi lama? Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

MASA TUA

Masa Tua Penulis: Ibrahim H. Dukalang Ada angka di setiap masa  Ada masa di setiap angka Berpacu di waktu 00.15 dengan pikiran yang kongkret,kopi dan sebatang rokok eceran  Para angka berdebat dengan konsep waktu  Duduk berbaris rapi dengan muka lusuh  Besok akan ada waktu untuk masa  Menghajar para kuasa sampai dia putus asa saya pun tertawa hahahahah Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

NUR ASMA

  NUR ASMA Penulis: Ibrahim H. Dukalang Kiasan Lekukan raganya menjadikannya adiwarna seperti bianglala   Seringainya membuatku kagum seakan berimajinasi ingin memalun ,  Pandangannya bagaikan pamor dalam glamor hasrat mengundang amor Bagiku dia adalah wanita hebat Wanita yang selama ini menemaniku mewarnai hari-hariku menjadi pelangi Kesederhanaan yang dimilikinya membuatku semakin bergairah dalam mencintai nya Ia tak besar dan tak juga kecil , keperawakannya membuat semua terkagum ingin memilikinya Ia adalah puan yang membuatku seakan menjadi tuan dalam pelukan ,  Ia adalah pawang yang menjadikanku seperti pahlawan dalam hubungan Karakternya berbeda dengan sifat ku ibarat kompas yang tak tau arah Menuju kemana tapi ia berkata bahwa setia akan menjadikan cinta sehingga menjadi kita,   Diksi ku mengambarkan nya memainkan Rima kata dalam sajak aksara tinta yang menjadikan cinta Aku bukan puisi Chairil Anwar yang ingin hidup seribu tahun lagi tapi aku adalah k...

“ HARUSKAH AKU MENYALAHKAN TUHAN”

 “ HARUSKAH AKU MENYALAHKAN TUHAN” Penulis: Ibrahim H. Dukalang Sakit rasanya untuk diceritakan, Menentang kerasnya kehidupan, yang penuh lika-liku ini Tuhan…apakah aku ini selembar nyawa yang engkau ciptakan   Hanya untuk menanggung beban? Andai aku tidak terlana dalam dunia yang fana ini!!! Pastinya jiwa ku tak akan berebut di ciptakan” Lihat lah ciptaan mu yang sering menangis Karena bengisnya keidupan yang engkau kasih! Apa lagi yang harus aku lakukan? Sejak kecil aku direndam sedih yang begitu pilu Perut kosong hanya bisa melihat orang yang makan  Sambil menahan liur, pulang hanya bisa tidur dengan tangan memegang perut                                    Tuhan…apakah tangis ku engkau dengarkan Di setiap malam sambil menutupi air mata dengan bantal dan tangan menutup suara tangisan begitu keras hingga nafas sesak meratapi hidup yang sekarang tinggal sebatang kara” Rumah yang da...