Langsung ke konten utama

Ibu Pertiwi Melahirkan Anak Tiri

Penulis : Ibrahim H. Dukalang


Selamat pagi, Ibu.

Bagaimana kabar pundi-pundi hari ini?

Masihkah ia gemuk di ruang ber-AC,

Sementara di luar, nasi bungkus jadi barang mewah?


Ibu pintar

Menjadikan angka seperti puisi,

Tapi sayang, sajak itu tak bisa dimakan

Oleh mereka yang mengantri beras bantuan.


Kami dengar Ibu bicara tentang “stabilitas”,

Kata yang terdengar wangi di podium,

Namun di lapak pasar,

Harganya seperti layang-layang lepas kendali.


Ah, Ibu…

Kami tahu, kursi Ibu empuk,

Tapi coba duduk sebentar di bangku kayu warung kopi

Dan dengar sendiri,

Bagaimana rakyat menghitung sisa hidupnya


Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 20 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Yang Dilumpuhkan

" Cinta Yang Dilumpuhkan" Seringai kini pudar dalam bentala kesedihan Isak tangisan kekesalan pada kalbu penyesalan merintih kesakitan  Kau buat ku rapuh hinggah lumpuh, kau hadir membawa hati busuk Datang dengan senyuman setia, pergi meninggalkan serbuk hiruk  Kesetiaan yang ku berikan kau balas dengan perselingkuhan  Aku hanya bisa terbaring lumpuh karena  perbuatan mu Kau bergaya dengan gagah bagaikan tuan tapi lupa akan puan  Potret buram ku sobek dengan nada keras memaki mu bajingan asu  Dimana lagi cinta yang murni? Aku sudah tidak percayalah lagi Kaki sudah tidak boleh berdiri, hati sudah dibuat mati, air mata sudah tidak ada lagi. Kini hanya tersisa serpian kenangan yang tergenang dalam bayangan.Aku sudah tenang pada alam, terima kasih sakitku pudar terkubur bersama jasadku. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Goronta...

Pengibul Bukan Pengabul

"PENGIBUL BUKAN PENGABUL" Lihat binatang-binatang itu, jelas terlihat? Lucu mereka pakai topeng seolah menjadi manusia Tikus pakai dasi, keledai orasi, kuda tebar janji, kodok penuh sensasi, Tuan kebun binatang sedang bermain pasal menghibur para pendatang. Binatang-binatang itu sedang pesta kata berebut siapa yang perkasa K i ta hanya penonton di balik tirai dusta tanpa rasa dosa  Si Babi ingin terlihat perkasa seperti elang di angkasa Si anjing yang ingin di dengar gonggongan desahannya Lama kita berdiri akhirnya di bawakan kursi tapi ternyata hanya ilusi Di bawa masuk dalam labirin, Janji akan ada mimpi kita temui ! Tapi nihil yang kita temui hanya ada tembok yang menghalangi mimpi Menuntut kena pukul, mundur kena pungut, melawan dapat sangkar besi Taman ini tidak lagi asri, sudah banyak tai...para hewani Mereka liar memakan sana sini demi diri sendiri. Bagaimana menyadarkan mereka bahwa mereka agitator Ah...su...dahlah, mereka ha nyalah hewani piro Ibrahim H. Dukalang,lah...

MASA TUA

" Masa Tua" Ada angka di setiap masa  Ada masa di setiap angka Berpacu di waktu 00.15 dengan pikiran yang kongkret,kopi dan sebatang rokok eceran  Para angka berdebat dengan konsep waktu  Duduk berbaris rapi dengan muka lusuh  Besok akan ada waktu untuk masa  Menghajar para kuasa sampai dia putus asa saya pun tertawa hahahahah Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 20 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

Ruang Penat

 "Ruang Penat" Ruang berdiameter cinta x setia itu  Membahas semua cerita kita yang pernah terjadi  Menghapal seluruh rangkulan pelukan malam Angin hangat meluap mendarat pada kening Ruang yang menciptakan Mimpi, emosi, dan harmoni,  Ruang itu sudah seput melihat tingkah rayu kita, Pertengkaran kita, candaan kita, tangisan kita Ruang yang menjadikan penat menja di sehat  Suara halus membisikkan aksara asmara hasrat Gebar yang bernafas terasa semakin hangat  Waktu terus berjalan dan ruang Masi utuh belum runtuh Ruang itu menjadi saksi Kita berjanji sehidup semati tanpa ada kata pergi, Besok kita cerita tentang ruang itu pada langit  Berterima kasih kepadanya sudah menjadi saksi cinta yang abadi. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1bra...

Kamu, Aku, dan dia

  "Kamu,Aku dan Dia" Kemarin Kita Bersama Merangkai Kata Setia Di Iringi Kicauan Camar Melewati Senja Namun Makna Kata Seketika Berubah Menghancur leburkan Kita Berdua Dengan Adanya Dia Yang Ketiga. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

KANDA ITU DINDA

" Kanda Itu Dinda" Ada hitam ada putih Ada malam ada pagi Ada jahat ada baik Ada kanda ada Dinda Mental,mental,mental harus di bentuk Keras, peras, jerat , jadi wajib Cover diskusi tengah malam dalil ilmu luas Dinda bertanya apakah kanda masi lama? Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

RINDU KAMU

" RINDU KAMU" Kapal berlabuh di pelabuhan rindu Kau pergi meninggalkan semua pilu  Aku termenung dalam air mata bisu hati bertanya! Apa...aku bisa melupakan mu? Sebulan telah berlalu kau tak pernah temui aku, sampai makan sudah tidak butuh,  pikiran sudah buntu,  mata sudah mulai melepuh dengan air mata rindu, cantik... cepatlah kembali, bahuku butuh kepalamu dan mata mungilmu ingin ku lihat selalu, plisss aku sangat rindu kamu. Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 20 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang

Bermalam Pada Alunan Ketenangan

Bermalam Pada Alunan Ketenangan Riak malam yang indah membuat kita seringai Menatap Buih yang datang menyapa berirama Membawa alunan ketenangan dan kedamaian pada cakrawala malam dibawah ranting kusam Semburat bintang melukis langit dalam bias Sementara angin berbisik lirih pada daun-daun lelah, Seakan menceritakan dongeng lama tentang hati yang terkatup sunyi. Namun pada gemerisik itu, ada janji yang tak mati, Kita duduk bersandar, menyatu dengan alam, Menghitung desah waktu yang lewat, menunda petang Pada kegelapan. Ada gemericik Sebuah harapan diam-diam mengendap, menanti untuk dikenang pada alam  Perasaan imajinasi bermain pada rangkain diksi  Menerka hati yang menari-nari menunggu pagi - Kurnai, 22 September 2024 Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brah...

“Harapan di Langit Pagi”

“Harapan di Langit Pagi” Di langit pagi terlukis impian Awan berarak menyulam harapan Mentari bangkit dari balik pegunungan Menghangatkan jiwa yang penuh kerinduan Setiap langkah membawa harap Dalam dekap pagi yang penuh asa Kita berjalan tak henti menggapai Menyongsong hari dengan percaya Ibrahim H. Dukalang,lahir di Gorontalo, 21 Mei 2001. Sejak tahun 2020 menjadi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo. Hobi Menulis puisi dan membaca puisi. Kenal lebih dekat melalui Instagram @1brahimdukalang